Alkil
halida
Alkil halida adalah turunan
hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya diganti dengan halogen.
Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan
ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa
terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena
kestabilannya pada suhu tinggi.Alkil halida juga terjadi di alam, meskpiun
lebih banyak terjadi dalam organisme air laut daripada organisme air tawar.
Halometana sederhana seperti CHCl3,
CCl4, CBr4, CH3I, dan CH3Cl adalah unsur pokok alga Hawai Aspagopsi taxiformis. Bahkan ada senyawa alkil halida
yang diisolasi dari organisme laut yang memperlihatkan aktivitas biologis yang
menarik. Sebagai contoh adalah plocamen B, suatu turunan triklorosikloheksana
yang diisolasi dari alga merah Plocamium violaceum, berpotensi seperti DDT dalam
aktivitas insentisidalnya melawan larva nyamuk.
Kimiawan sering menggunakan RX sebagai notasi umum untuk
organik halida, R menyimbolkan suatu gugus alkil dan X untuk suatu halogen.
Konfigurasi electron dalam keadaan dasar halogen adalah sebagai berikut:
F
: 1s22s22p5
Cl
: 1s22s22p63s23p5
Br
: 1s22s22p63s23p63d104s24p5
I
: 1s22s22p63s23p63d104s24p64d105s25p5
Perlu dicatat bahwa halogen adalah atom-atom
berelektrogenatif tinggi dan hanya kekurangan satu elektron untuk mencapai
konfigurasi gas mulia. Oleh itu halogen dapat membentuk ikatan kovalen tunggal
atau ionik yang stabil.
Ikatan antara gugus metil
dengan fluor, klor, brom, dan ioda terbentuk oleh tumpang tindih orbital sp3
dari karbon dengan orbital sp3 dari fluor, klor, brom, dan iod. Kekuatan ikatan
CX menurun dari metil fluorida ke metil iodida. Hal ini mencerminkan prinsip
umum bahwa tumpang tindih orbital-orbital lebih efisien antara orbital-orbital
yang mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, dan efisiensinya menurun
dengan meningkatnya perbedaan bilangan kuantum utama.
Perlu pula dicatat bahwa
halogen adalah lebih elektronegatif daripada karbon, sehingga ikatan C-X
bersifat polar di mana karbon mengemban muatan posisif partial (δ+) dan halogen muatan negatif partial (δ-). Dengan demikian kerapatan elektron pada
halogen lebih tinggi daripada karbon.
1.1
TATANAMA ALKIL HALIDA
Halida sederhana umumnya dinamai sebagai turunan hidrogen
halida. Sistem IUPAC
menamai halida sebagai halo turunan
hidrokarbon. Dalam nama umum, awalan n-, sek- (s-), dan ter- (t-) secara berturut-turut
menunjukkan normal, sekunder,
dan tersier.
Dengan sistem IUPAC, penamaan semua senyawa yang hanya
mengandung fungsi univalensi dapat dinyatakan dengan awalan fungsi itu sendiri
diikuti dengan nama hidrokarbon induk; prinsip penomoran sekecil mungkin harus
dipatuhi.Sering terjadi dalam penamaan umum, hidrokarbon dipandang sebagai
gugus.
ICH2CH2CH2CH2I
1,4-Diiodobutana
(Tetrametilen iodida)
1,4-Diiodobutana
(Tetrametilen iodida)
Istilah geminal
(gem-) (latin geminus, kembar) dan vicinal (vic-) (latin vicinus, tetangga)
kadang digunakan untuk memperlihatkan posisi relatif substitutein sebagai geminal
untuk posisi 1,1 dan vicinal untuk posisi1,2.
CH3CHBr2
1,1-Dibromoetana
(gem-Dibromoetana)
(gem-Dibromoetana)
BrCH2CH2Br
1,2-Dibromoetana
(vic-Dibromoetana)
1,2-Dibromoetana
(vic-Dibromoetana)
1.2
SIFAT-SIFAT FISIK ALKIL HALIDA
Sifat fisik beberapa alkil halida disajikan dalam Tabel 6.1
berikut. Kebanyakan alkil halida adalah cair; bromida, iodida, dan polihalida
umumnya mempunyai kerapatan >1. Alkil halida tidak larut dalam air, tetapi
dapat saling melarutkan dengan hidrokarbon cair.
Tabel 6.1 Alkil Halida
Nama senyawa
|
Rumus
|
Tl (ºC)
|
Td (ºC)
|
Kerapatan (cair)
|
Metil fluoride
Metil klorida
Metil bromida
Metil iodida
Etil klorida
Etil bromida
n-Propil klorida
Isopropil klorida
n-Butil bromida
Isobutil bromida
sec-Butil bromida
t-Butil bromida
n-oktadekil bromide
|
CH3F
CH3Cl
CH3Br
CH3I
CH3CH2Cl
CH3CH2Br
CH3CH2CH2Cl
(CH3)2CHCl
CH3(CH2)3Br
(CH3)2CHCH2Br
CH3CH2CHBrCH3
(CH3)3CBr
CH3(CH2)17Br
|
-142
- 97
- 93
- 64
-139
-119
-123
-117
-112
-120
-112
- 20
34
|
- 79
- 23,7
4,6
42,3
13,1
38,4
46,4
36,5
101,6
91,3
68
73,3
170/0,5
|
0,877
0,920
1,732
2,279
0,910
1,430
0,890
0,860
1,275
1,250
1,259
1,222
|
Reaksi
substitusi
Dalam kimia organik dikenal bermacam-macam reaksi, salah
satu reaksinya adalah reaksi substitusi. Serupa sebutannya, reaksi ini
merupakan reaksi pergantian antara unsur/gugus pada senyawa/molekul organik
dengan unsur/gugus pada senyawa/molekul yang lain, mirip-mirip dengan
pergantian pemain utama dan cadangan dalam sepak bola (misalnya). Unsur/gugus pengganti dalam reaksi
substitusi dikenal sebagai gugus datang
sementara unsur/gugus yang tergantikan dikenal sebagai gugus pergi. Lebih jauh lagi, reaksi
substitusi selanjutnya digolongkan kedalam dua golongan yang “disebut-sebut”
sebagai reaksi SN1 dan SN2.
Substitusi Nukleofilik
Suatu
nukleofil (Z) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikat
halogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang
terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan
elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum
yang dapat dituliskan:
Contoh
masing-masing reaksi adalah:
2.1 1. Reaksi SN1
Reaksi SN1 adalah
sebuah reaksi substitusi dalam kimia
organik. SN1 adalah singkatan dari substitusi nukleofili dan
"1" memiliki arti bahwa tahap penetapan laju reaksi
ini adalah reaksi molekul
tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat
antara karbokation dan umumnya terjadi pada
reaksi alkil halida
sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan asam yang kuat, alkohol
sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer, reaksi alternatif SN2 terjadi.
Dalam kimia anorganik, SN1 dirujuk sebagai mekanisme disosiatif.
mekanisme reaksi ini
pertama kali diajukan oleh Christopher Ingold, dkk.
pada tahun 1940.
2.1.1 Mekanisme reaksi
Reaksi
SN1 antara molekul A dan nukleofil B memiliki tiga
tahapan:
- Pembentukan sebuah karbokation
dari A dengan pemisahan gugus lepas
dari karbon; tahap ini berjalan dengan lambat dan reversibel[4].
- Serangan nukleofilik: B bereaksi
dengan A. Jika nukleofil tersebut adalah molekul netral (contoh:
pelarut), tahap ketiga diperlukan agar reaksi ini selesai. Jika pelarutnya
adalah air, maka zat antaranya adalah ion oksonium.
- Deprotonasi:
Penyingkiran proton pada nukleofil yang terprotonasi
oleh ion ataupun molekul di sekitar.
2.1.2 ciri - ciri reaksi
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu
reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1.Kecepatan reaksinya tidak
tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil
tidak terlibat.
2.Jika karbon pembawa gugus pergi
adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena
terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada tiga gugus yang terikat pada
karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan
berbentuk planar.
Jadi
nukleofil mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang.
Dan kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah
rasemit. Misalnya, reaksi (S)-3-metilheksana dengan air menghasilkan
alcohol rasemik. Spesies antaranya (intermediate
spesies) adalah ion karbonium dengan geometric planar sehingga air
mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang) dengan peluang
yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik.
3. Reaksi
substrat R-X yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepat jika R merupakan
struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai
dengan urutakestabilan ion karbonium, 3º> 2º>> 1º.
2.1.3 Ruang lingkup reaksi
Mekanisme reaksi SN1 cenderung
mendominasi ketika atom karbon pusat dikelilingi oleh gugus-gugus yang meruab
karena gugus-gugus tersebut menyebabkan rintangan sterik
untuk terjadinya reaksi SN2. Selain itu, substituen yang meruab pada
karbon pusat juga meningkatkan laju pembentukan karbokation oleh karena
terjadinya pelepasan terikan
sterik yang terjadi.
Karbokation yang terbentuk juga
distabilkan oleh stabilisasi
induktif dan hiperkonjugasi yang berasal dari gugus alkil yang melekat
pada karbon. Postulat Hammond-Leffler mensugestikan bahwa hal ini juga akan
meningkatkan laju pembentukan karbokation. Oleh karena itu, mekanisme reaksi SN1
mendominasi pada reaksi di pusat alkil
tersier dan juga
terlihat pada reaksi di pusat alkil
sekunder dengan
keberadaan nukleofil lemah.
2. Reaksi SN 2
Reaksi SN2 (bimolekular) adalah reaksi
yang melibatkan dua gugus sekaligus
selama proses substitusi berlansung. Artinya reaksi akan sangat dipengaruhi
oleh kekuatan masing-masing gugus baik gugus datang maupun gugus pergi. Jika
gugus yang datang merupakan pendonor elektron yang lebih baik dari gugus yang
akan pergi, maka reaksi substitusi akan berlansung dengan mudah, sebaliknya
jika gugus pergi cenderung lebih baik dari gugus datang maka reaksi akan
cenderung lambat bahkan tidak berlansung sama sekali
2.2.1 Mekanisme
SN2
Mekanisme SN2 adalah proses satu
tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Nukleofil
menyerang dari belakang ikatan C—X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus
pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat
gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan electron, nukleofil memberikan
pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon. Notasi 2
menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat
terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi.
2.2.2 ciri – cirri reaksi
Adapun ciri
reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat
terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaki
tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi)
konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan ®-2-bromobutana dengan natrium
hidrosida, akan diperoleh (S)-2-butanol.
Ion
hidroksida menyerang dari belakang ikatan C—Br. Pada saat substitusi terjadi,
ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh
suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai
perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi
reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi
melalui mekanisme SN2 reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus
metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R
sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya
efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil <
primer < sekunder < tersier. Jadi kecendrungan reaksi SN2 terjadi pada
alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.
3. Perbandingan
Mekanisme SN1 dan SN2
Tabel
6.2 berikut memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi dan mebandingkannya
dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan struktur nukleofil.
Perlu diperhatikan bahwa halida primer selalu bereaksi melalui mekanisme SN2, sedangkan
halida tersier melalui mekanisme SN1. Pada halida sekunder, terdapat dua
kemungkinan.
Tabel 6.2 Perbandingan reaksi SN2 dengan SN1
SN2
|
SN1
|
|
Struktur halida
Primer atau CH3
Sekunder
Tersier
|
Terjadi
kadang-kadang
tidak
|
tidak
kadang-kadang
terjadi
|
Stereokimia
|
pembalikan
|
rasemisasi
|
Nukleofil
|
kecepatan reaksi
tergantung pada
konsentrasi nukleofil,
meknaisme memilih
nukleofil anion
|
kecepatan reaksi tidak
bergantung pada
konsentrasi nukleofil,
mekanisme memilih
nukleofil netral
|
Pelarut
|
kecepatan reaksi
sedikit
dipengaruhi kepolaran
pelarut
|
kecepatan reaksi
sangat
dipengaruhi kepolaran
pelarut
|
PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian artikel saya diatas, saya mendapatkan
sebuah permasalahn teman” . Dikatakan dalam artikel diatas bahwa Suatu
nukleofil (Z) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikat
halogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Bisakah teman”
jelaskan hal apakah yang dapat menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofili,?
assalammualaikum wr. wb
BalasHapussaya mardhyati albanjari dengan nim RRA1C114002, saya akan menjawab sedikit permasalahan dari ririn. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. semoga membantu :)
Assalamualaikum... saya
BalasHapusRama Aidina Nurfitriana dengan nim RSA1C114013 disini saya akan mencoba membantu menjawab permasalahan dri sadri ririn bahwa, Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikat halogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan.
Semoga membantu :)